Sejarah Laban

Sejarah

           Sejarah Desa Laban Kecamatan Kangkung merupakan salah satu desa yang mempunyai sejarah yang sangat penting dalam peta sejarah penjajahan di Indonesia, dikarenakan memang desa Laban terletak di daerah kawasan pesisir. Desa Laban yang terletak di sebelah Barat Kecamatan  yang berada di sekitar aliran sungai Blukar sudah ada sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Dari sumber yang dapat dipercaya bahwa Desa Laban dahulu menjadi salah satu tempat peristirahatan pasukan mataram dari jalur jepara (ratu kalinyamat) dalam rangka mengatur strategi melawan penjajah batavia (VOC). Pasukan-pasukan yang dipimpin oleh para tumenggung dan adipati di bawah komando Ki Ageng Pandan Aran inilah yang mau menuju ke paseban Kemangi sempat singgah dan istirahat di Laban. Bersama dengan tumenggung bahurekso, pangeran Juminah, adipati pekalongan, adipati Ceribon yang merancang strategi melawan dan mengusir terhadap penjajah.

           Desa Laban itu sendiri berasal dari nama sebuah pohon besar atau disebut dengan pohon Laban. Di bawah pohon situlah para pasukan mataram dulu berkumpul sembari menunggu pasukan yang lain nya guna persiapan perjalanan selanjutnya. Saat itu daerah Laban dihuni sedikit orang dan sebagai daerah pemukiman. Sesepuh Desa laban seorang alim (yang di kenal Mbah Sya’ban) memberikan pasogatan atau makanan kepada para pejuang yang berkumpul di bawah pohon Laban tersebut. Mbah Sya’banlah tokoh ulama pada waktu itu yang memberikan minuman dan makanan atau yang dikenal sekarang dengan “air kendi” yang diambilkan dari sumur tiban (sumur wali). Sumur tiban tersebut konon berjumlah ada 4, tetapi yang sekarang masih ada baru ada 3 sumur.

        Setelah lama  pasukan  ke medan perang ada pemimpin pasukan yang ditinggal di laban, yakni Mbah Cowiguno. Mbah Cowiguno bersama Mbah Sya’ban  mengatur masyarakat di daerah Laban atas dasar musyawarah warga masyarakat meminta kepada Bupati atau Tumenggung untuk memberikan seorang pimpinan yang dapat memimpin dan bisa mengajari agama kepada masyarakat , maka Bupati/ Tumenggung Bahurekso Kendal memerintahkan kepada Mbah Cowiguno untuk memimpin masyarakat bersama seorang Ulama yaitu Mbah Sya’ban untuk bisa memimpin dan mengajari agama di daerah Laban. Dengan bekal ilmu agama, maka Mbah Sya’ban membangun Desa Laban bersama masyarakat dan dibangunlah Masjid di Desa Laban di Krajan yang kemudian sekarang diberi nama Masjid Al – Huda. Dan sampai sekarang masih diperingati haulnya tiap tahun.

       Pada tahun 1800an seorang pemuda desa Laban yang bernama Baerah Sebagai penerus pemerintahan yang mengurusi administrasi masyarakat atau yang di kenal sebagai lurah meneruskan perjuangan mbah cowiguno.beliau dikenal tekun dan sabar dalam mengayomi masyarakat.

       Hardjo Sasmito meneruskan perjuangan mbah baerah di pemerintahan sampai zaman kemerdekaan Republik Indonesia. Mbah harun sebagai tokoh penerus agama.  

           Pada tahun sesudah kemerdekaan Mbah Sukaemi sampai tahun 1945 meneruskan tumpuk kekuasaan di desa Laban, beliau merintis embrio pendidikan formal dari SR (Sekolah Rakyat), kala itu masih rumah ke rumah. Sampai akhirnya mendirikan gedung sekolah dan gedung pemerintahan bersama-sama dengan masyarakat.   Disamping maju di bidang pendidikan, pada waktu itu masyarakat laban dilanda musim penyakit yakni penyakit kembuk (perut busung). Bersama-sama Mbah Kholil, mbah suratman, dan masyarakat pada waktu itu berinisiasi untuk mendoakan kepaada sesepuh desa “birrul walidain” bertepatan sesudah syawal tanggal 8 dan akhirnya dijadikan tradisi memperingati haul sesepuh desa mbah cowiguno dan mbah sya’ban pada tiap tanggal 8 syawal atau yang dikenal dengan syawalan laban.

         1975 seorang pemuda yang pulang dari nyantri di kediri bernama mbah Sulthon Musyaffa’ meneruskan perjuangan mbah sukaemi sebagai kepala desa sampai tahun 1989. Kemajuan dibidang pendidikan formal terlihat dalam pembangunan gedung SD sampai kelas 6 dan pendirian pendidikan taman kanak-kanak walaupun masih dari rumah kerumah rumah karena keterbatasan gedung. Disamping pendidikan formal beliau menginisiasi bersama mbah ruslan, mbah karmani, pardi, mendirikan sekolah madrasah diniyyah awaliyah (MDA) di laban swaru, pada waktu itu para kiai dan ustadz seperti, khoirudin, muhwan, irzam, amin, mufadlol sebagai tenaga didik madrasah. Dari sisi pertanian melakukan terobosan sodetan sungai primer untuk mengaliri sawah sekitar 86 ha. Disamping juga membuat sumur sedot air di belakang SD. Pada waktu itu kelompok tani dengan semangat gotong royong untuk mewujudkan swasembada pangan.

        Dilanjutkan dengan bapak Berori selaku kepala desa penerus sampai periode awal reformasi,  perkembangan masyarakat baik sisi agama dan pendidikan terus meningkat ditandai dengan proses pembangunan Mushola.

       Asnawi adalah kepala desa yang dengan gaya khas santrinya memimpin desa Laban sampai tahun 2008, perkembangan infrastruktur sangat baik. Ditandai dengan aspalisasi jalan lini satu di desa Laban kira2 panjang 4000 m. Dapat mempermudah akses ekonomi masyarakat disamping jarak pasar tradisional cukup dekat. Periode ini memang masyarakat lagi bergejolak ditandai dengan pasca reformasi pemerintahan republik Indonesia sehingga menjalar ke desa-desa.

      Periode Yahya sebagai kepala desa sampai tahun 2013 dalam pendidikan formal mampu mendirikan TPQ. Dan keberhasilan di bidang yang lain.

      Tumpuk kepemimpinan pemerintahan desa Laban dilanjutkan oleh Muhammad Ulil Amri, rintisan pengalaman di berbagai organisasi baik Karang taruna, Bolas, PMII, GP ANSOR, diterapkan dalam nahkoda pemerintahan desa, visi dan misinya bersama-sama menata desa guna mewujudkan pembangunan yang partisipatif. Sehingga dapat dirasakan betul-betul oleh masyarakat baik dari segi perekonomian, sosial, pendidikan, agama dan budaya. 

Berikut ini Nama-nama Kepala Desa Laban:

  1. Baerah                                               ( Sebelum 1945 )
  2. Hardjo Sasmito                                 ( Sebelum 1945)
  3. Soekaemi                                          ( Sesudah 1945 – 1975 )
  4. HM. Sulthon Musyaffa’                   ( 1975 – 1989)
  5. Berori                                                 ( 1989 – 1999 )
  6. Asnawi                                               ( 1999 – 2008 )
  7. Yahya                                                ( 2008 – 2013 )
  8. Muhammad Ulil Amri                          ( 2013–  2019 )
  9.  Adibul Farah                                      (2020  - sekarang )